Laporan Praktikum Biologi Perikanan : Seksualitas Ikan


I PENDAHULUAN
 1.1 Latar Belakang
Ikan hias dewasa ini merupakan salah satu objek strategis di bidang perikanan.  Hal ini telah mendorong meningkatnya kebutuhan ikan hias baik di dalam maupun di luar negeri, yang selanjutnya mendorong pula perkembangan usaha budidaya ikan hias. Pada ikan hias tertentu terdapat perbedaan morfologis antara jantan dan betina, terutama pada nilai estetikanya yang  menyebabkan perbedaan harga jual(Arfah et.al., 2002).

Jenis kelamin (seks determinasi) ditentukan oleh gen dan faktor perubahan lingkungan sekitarnya seperti temperatur dan lainnya. Faktor lingkungan yang  paling berpengaruh terhadap diferensiasi kelamin ikan adalah temperatur. Proporsi jantan yang dihasilkan pada  Poecilia reticulata  dan Oryzias latipes lebih tinggi daripada betina pada saat musim panas(Soelistyowati et. al., 2007).
Soelistyowati, D. T., E. Martati., dan H. Arfah. 2007. Efektivitas Madu Terhadap Pengarahan Ikan Gapi (Poecilla reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 155-160.
Pada mayoritas ikan, jantan dan betina merupakan individu yang terpisah, untuk kemudian mereka harus bertemu atau bersamasama pada masa kawin (reproduksi). Reproduksi seksual pada ikan dibedakan menjadi dua macam, yaitu reproduksi secara internal dan reproduksi secara eksternal. Pada reproduksi seksual secara internal, sperma individu jantan membuahi sel telur di dalam tubuh individu betina. Sedangkan pada reproduksi secara eksternal. sperma dilepaskan ke perairan bersamaan atau setelah betina melepaskan atau menempatkan telur-telurnya  (PATENT 1976).

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah mengetahui secara makroskopis organ-organ baik secara eksternal maupun secara internal dan mengetahui gambaran secara morfologi dan anatomi organ seksualitas pada ikan.
Tujuan dari praktikum ini adalah mampu mengetahui dan mempraktekkan secara makroskopis organ-organ baik secara eksternal maupun secara internal dan mampu mengidentifikasi gambaran secara morfologi dan anatomi organ reproduksi ikan.

1.3 Waktu dan Tempat
Prakitikum biologi perikanan dilaksanakan pada tanggal 21 & 22 Oktober. Di lab reproduksi ikan dan di lab parasit yangh berlokasi di gedung D lantai 1.



II TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Nila
Kedudukan ikan nila dalam sistemmatika (taksonomi) hewan di klasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Chordota
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub Kelas : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percaidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus (Nila Biasa) dan Oreochromis sp.(Nila Merah)

Kerabat ikan Nila antara lain O. Variabilis, O. Nigra, O. Vulcani, O. Aureus, O. Macrohir, O. Mossambicus, dan O. Hornoru. Adanya aneka species ataupun genus Oreochromis amat memudahkan persilangan antar sepecies ataupun antar Genus secara alami ataupun buatan. Persilangan antar species atau antar genus tersebut dihasilkan ikan nila hibrida.(Rahmat Rukmana, 1997).

Ikan Cupang
Ikan cupang (Betta splendens) merupakan ikan yang memiliki banyak bentuk. Ekor  yang bertepi mahkota (crown tail), ekor penuh (full tail), bertipe slayer dan separuh bulan, dengan sirip panjang dan berwana-warni. Jenis  ikan  Cupang jantan memiliki nilai komersial tinggi sehingga banyak diminati. Salah satu kendala budidaya  Betta splendens   adalah mendapatkan ikan jantan cenderung lebih sukar, karena jumlah benih jantan yang diperoleh setiap pemijahan sangat rendah dan kualitasnya tidak sesuai dengan yang diinginkan(Supriyadin et.al., 2012).

Supriyadin, M., M. Junaidi., dan Nunik Cokrowati. 2012. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Fertilitas, Daya Tetas, Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Larva Ikan Cupang (Betta splendens). Jurnal Perikanan Unram, Volume 1, No. 1 : 89-95.

Ikan Neon Tetra
Ikan neon tetra akan tumbuh dan memiliki kelangsungan hidup optimum pada pH perairan     yang cenderung rendah, sehingga air selama masa pemeliharaan tetap dijaga agar tetap cenderung asam. Hal tersebut menyebabkan nilai alkalinitas pada air selama pemeliharaan rendah, namun masih dapat menunjang kelangsungan hidup ikan neon tetra selama pemeliharaan. Nilai pH selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 5,9-6,6. Keadaan ini ideal bagi pertumbuhan ikan neon tetra karena berada dalam kiasaran pH optimum yaitu antara 5,5-7,5 (Budiardi et.al., 2008).

Ikan Platy Pedang
Menurut Nugroho (2008), klasifikasi ikan Platy Pedang adalah:
Ordo : Cyprinodontoidei
Subordo : Poecilioidei
Family : Poecilidae
Genus : Xyphophorus
Spesies : Xyphophorus helleri

Ikan Moli
Menurut Zipcodezoo (2013), klasifikasi dari Ikan Molly adalah sebagai berikut :
Class : Osteichthyes
Subclass : Actinopterygii
Infraclass : Actinopteri
Cohort : Clupeocephala
Superorder : Acanthopterygii
Order : Cyprinodontiformes
Family : Poeciliidae
Subfamily : Poeciliinae
Genus : Poecilia
Specific name : sphenops
Scientific name : Poecilia sphenops


2.2 Pengertian Seksualitas
Pada prinsipnya, seksualitas hewan terdiri dari dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Begitu pula seksualitas pada ikan, yang dikatakan ikan jantan adalah ikan yang mempunyai organ penghasil sperma, sedangkan ikan betina adalah ikan yang mempunyai organ penghasil telur. Suatu populasi terdiri dari ikan-ikan yang berbeda seksualitasnya, maka populasi tersebut disebut populasi heteroseksual, bila populai tersebut terdiri dari ikan-ikan betina saja maka disebut monoseksual. Namun, penentuan seksualitas ikan di suatu perairan harus berhati-hati karena secara keseluruhan terdapat bermacam-macam seksualitas ikan mulai dari hermaprodit sinkroni, protandri, protogini, hingga gonokorisme yang berdiferensiasi maupun yang tidak (wahyuningsih dan ternala 2006).

Pada mayoritas ikan, jantan dan betina merupakan individu yang terpisah, untuk kemudian mereka harus bertemu atau bersama-sama pada masa kawin (reproduksi). Reproduksi seksual pada ikan dibedakan menjadi dua macam, yaitu reproduksi secara internal dan reproduksi secara eksternal. Pada reproduksi seksual secara internal, sperma individu jantan membuahi sel telur di dalam tubuh individu betina. Sedangkan pada reproduksi secara ekstetrnal sperma dilepaskan ke perairan bersamaan atau setelah betina melepaskan atau menempatkan telur-telurnya (Fahmi, 2001).

Teleostei dan beberapa elasmobranch melakukan komunikasi dengan sinyal kimia untuk mengontrol fertilitas, koordinasi seksual, dan koordinasi tingkah laku seksual. Pada beberapa spesies, ikan jantan tertarik untuk berintegrasi dengan betina melalui bau. Steroid seks merupakan salah satu bahan kimia yang secara spontan membangkitkan afinitas elektrik organolfaktori. Pada ikan mas misalnya, jantan dewasa dapat membedakan ikan betina matang gonad melalui feromon yang terkandung dalam cairan ovary yang dilepaskan sesaat setelah ovulasi. Substansi daya tarik dari gonad umumnya bersumber dari feromon seks yang terlarut dalam air. Selain itu, ikan-ikan betina yang siap memijah biasanya akan mengeluarkan pheromone atau bau-bauan tertentu sehingga menarik kehadiran ikan jantan.

2.3 Sifat Seksualitas
Sifat seksulitas pada ikan terbagi dua yaitu :
1) Sifat Seksualitas Primer
Sifat seksual primer pada ikan tandai dengan adanya organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina, dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan. (E-Learning Ikhtiologi)
2) Sifat Seksualitas Sekunder
Sifat seksualitas sekunder pada ikan ialah tanda – tanda luar pada ikan yang dipakai untuk membedakan antara ikan jantan dan betina. Seperti halnya pada ikan beseng beseng (Thelmatherina ladigesi) yang tergolong sexual dimorfisme, artinya ikan tersebut memiliki sifat yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina, dimana ikan jantan memiliki warna yang lebih menarik. (Nasution, Et Al, 2006)

Pada dasarnya sifat seksual sekunder dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a) Sifat seksual sekunder yang bersifat sementara, hanya muncul pada waktu musim pemijahan saja. Misalnya “ovipositor”, yaitu alat yang dipakai untuk menyalurkan telur ke bivalvia, adanya  semacam jerawat di atas kepalanya pada waktu musim pemijahan. Banyaknya jerawat dengan susunan yang khas pada spesies tertentu bisa dipakai untuk tanda menentukan spesies, contohnya ikan Nocomis biguttatus dan Semotilus atromaculatus jantan.  
b) Sifat seksual sekunder yang bersifat permanent atau tetap, yaitu tanda ini tetap ada sebelum, selama dan sesudah musim pemijahan. Misalnya tanda bulatan hitam pada ekor ikan Amia calva jantan, gonopodium pada Gambusia affinis, clasper pada golongan ikan Elasmobranchia, warna yang lebih menyala pada ikan Lebistes, Beta dan ikan-ikan karang, ikan Photocornycus yang berparasit pada ikan betinanya dan sebagainya (Wahyuningsih,2006).

2.4 Macam Seksualitas
Berdasarkan hasil analisis histologi, dalam  pemberian hormon estradiol-17b selama 6 jam juga ditemukanadanya individu yang hermaprodit, yaitu  dijumpainya sel telur dan sperma dalam satu individu. Gonad hermaprodit ini ditemukan pada ikan betta berjenis kelamin jantan. Dari pengamatan secara morfologi, individu yang hermaprodit ini mempunyai gonad jantan atau testis yang lebih kecil bila dibandingkan dengan ikan jantan lain pada umur dan ukuran yang sama (Purwati et.al., 2004).

Menurut Wahyuningsih dan Ternala (2006), berdasarkan perkembangan ovarium dan atau testis yang terdapat dalam satu individu dapat menentukan jenis hermaproditismenya.
a. Hermaprodit sinkron/simultaneous. Dalam gonad individu terdapat sel kelamin betina dan sel kelamin jantan yang dapat masak bersama-sama dan siap untuk dikeluarkan. Contoh ikan hermaprodit sinkroni yaitu ikan-ikan dari Famili Serranidae.
b. Hermaprodit protandrous. Ikan ini mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dari fase jantan ke fase betina. Contoh ikan-ikan yang termasuk dalam golongan ini antara lain Sparus auratus, Sargus annularis, Lates calcarifer (ikan kakap).
c. Hermaprodit protoginynous. Keadaan yang sebaliknya dengan hermaprodit protandri. Proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan.
Hermaprodit protandri dan hermaprodit protogini sering disebut hermaprodit beriring. Selain hermaproditisme, pada ikan terdapat juga Gonokhorisme, yaitu kondisi seksual berganda yaitu pada ikan bertahap juvenil gonadnya tidak mempunyai jaringan yang jelas status jantan atau betinanya (Hesti Wahyuningsih,2006)

2.5 Perbedaan Jenis Kelamin Berdasarkan Ciri Seksualitas Primer Dan Sekunder
2.5.1 Perbedaan Jenis Kelamin Berdasarkan Ciri Seksualitas Primer
Ikan lomek (H. nehereus) tergolong heteroseksual yaitu spermatozoa dan ovum dihasilkan oleh individu yang berbeda sehingga ovari dan testis berkembang secara terpisah sejak fase benih dan tidak akan berubah sepanjang hidupnya. Ciri seksual primer pada  ikan lomek jantan  yaitu gonad berwarna putih transparan, bentuknya lebih langsing, lebih panjang dan strukturnya lunak, sedangkan pada ikan lomek betina gonad  berwarna kekuning-kuningan, bentuk gonad lebih sedikit pendek, lebih besar dan strukturnya pejal (Putri et al., 2012).

Ciri seksual primer pada  ikan lomek jantan  yaitu gonad  berwarna putih transparan, bentuknya lebih langsing, lebih panjang dan strukturnya lunak, sedangkan pada ikan lomek betina gonad  berwarna kekuning-kuningan, bentuk gonad lebih sedikit pendek, lebih besar dan strukturnya pejal. Pengamatan ciri seksual sekunder dilakukan berdasarkan ikan yang telah dibedah dan gonad telah diketahui, hal ini bertujuan agar penampakan ciri seksual sekunder lebih akurat (Putri et,al.,2008).

2.5.2 Perbedaan Jenis Kelamin Berdasarkan Ciri Seksualitas Sekunder
Pengamatan jenis kelamin dilakukan terhadap ciri kelamin sekunder (morfologi) dan primer pada waktu  ikan berumur 3 bulan. Bagian spesifik yang dapat membedakan jenis  kelamin ikan tetra Kongo adalah sirip ekor. Sirip ekor ikan jantan memiliki satu rumbai pendek, sedangkan pada ikan betina berlekuk tunggal dan tidak memiliki rumbai (Arfah et,al.,2002).

Ciri seksualitas sekunder adalah penampakan luar dari ikan yang dapat digunakan untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina. Setiap spesies ikan mempunyai sifat morfologi yang dapat digunakan untuk membedakan jantan dan betina dengan jelas, maka spesies itu bersifat seksual dimorfisme. Namun, apabila satu spesies ikan dibedakan jantan dan betinanya berdasarkan perbedaan warna, maka spesies itu bersifat seksual dikromatisme. Pada umumnya ikan hias jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan lebih menarik dari pada ikan betina. Pada ikan betina pada bagian rahang ikan rahangnya lebih besar daripada betina, selain itu pada ikan jantan dorsal bagian belakangnya lebih panjang jika dibandingkan dengan ikan betina (Hesti Wahyuningsih,2007).

Silahkan Download File Microsoft Word .DOC Untuk Melihat Isi Lengkapnya:

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Teknik Pengemasan Dengan Kemasan Kertas

Laporan Mikrobiologi Dasar : Identifikasi Jamur