MAKALAH TENTANG BELA NEGARA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi yang SDA dan SDM yang tinggi
sehingga tidak luput dari ancaman, baik itu dari dalam maupun dari luar.
Ancaman - ancaman tersebut membawa pengaruh buruk bagi perkembangan prinsip
– prinsip ketahanan nasional. Sehingga Indonesia sangat membutuhkan peran
serta Warga Negaranya agar senantiasa memiliki semangat dan kesadaran untuk
meningkatkan kualitas kewaspadaan nasional dan mewujudkannya dalam upaya
bela negara.
Kewaspadaan Nasional diartikan sebagai kualitas kesiapan dan kesiagaan yang
dimiliki bangsa Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini
dan melakukan aksi pencegahan terhadap berbagai bentuk dan sifat potensi
ancaman terhadap NKRI. Kewaspadaan nasional harus disertai dengan bela
Negara yaitu tekad, sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh
kecintaannya terhadap NKRI berdasarkan UUD 1945, rela berkorban demi
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Adapun kriteria warga negara yg
memiliki kesadaran bela Negara adalah mereka yg bersikap dan bertindak
senantiasa berorientasi pada nilai-nilai bela negara sehingga mampu
melindungi dan membela negaranya dari segala bentuk ancaman.
Bela negara dapat dilakukan secara fisik maupun non fisik. Sifat yang perlu
dikembangkan dalam upaya bela negara adalah sikap patriotisme dan hati –
hati sedini mungkin sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan nasional dan
dapat menangani segala kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Dalam
upaya bela negara, diperlukan pemahaman mengenai konsep – konsep ketahanan
nasional dan bentuk – bentuk bela negara sehingga diperoleh pencapaian yang
optimal. Karena suatu negara akan semakin kuat pertahanannya bila saja
negara tersebut bersatu padu untuk memperjuangkan negara dalam melindungi
dan membela hak hak yang dimiliki didalam suatu Negara. Berdasarkan uraian
di atas, makalah ini menyampaikan konsep dasar dan aplikasinya agar dapat
dijadikan referensi untuk mengoptimalkan kewaspadaan nasional dan bela
Negara.
1.2
Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan kewaspadaan Nasional dan bela negara?
- Bagaimana cara menunjukkan rasa bela negara?
- Mengapa setiap warga Negara harus memiliki rasa bela negara yang kuat?
- Siapa saja yang harus menjalankan kewajiban bela Negara?
- Kapan setiap warga negara mengoptimalkan rasa bela negara tersebut?
1.3 Tujuan
- Untuk meningkatkan pemahaman mengenai kewaspadaan nasional dan bela
negara serta memahami hubungan keduanya.
- Untuk mengetahui cara menunjukkan rasa bela negara
- Untuk mengetahui pentingnya bela negara
- Untuk mengetahui pihak mana saja yang wajib melaksanakan bela negara
- Untuk mengetahui waktu untuk mengoptimalkan rasa bela negara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keterkaitan antara Ketahanan Nasional dengan Kewaspadaan Nasional
dan Bela Negara
Ketahanan nasional, kewaspadaan nasional dan bela Negara merupakan satu
kesatuan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya sebagai penunjang
kesejahteraan suatu bangsa dimana ketahanan nasional berperan sebagai
parameter keuletan dan ketangguahan, yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional, didalam menghadapi dan mengisi segala
tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar
maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan
integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta
perjuangan mengejar perjuangan nasional. Untuk mengantisipasi, mendeteksi
sejak dini terhadap segala macam potensi gangguan yang mengancam ketahanan
nasional diperlukan kewaspadaan nasional. Kewaspadaan nasional diwujudkan
dalam aksi atau tindakan nyata berupa upaya bela negara. Jadi bela negara
merupakan tindakan nyata dari kewaspadaan nasional yang bertujuan untuk
mewujudkan ketahanan nasional. Adapun konsep – konsep dari ketahanan
nasional, kewaspadaan nasional dan bela Negara adalah sebagai berikut :
2.1.1 Ketahanan Nasional
Sebelum membahas lebih jauh mengenai kewaspadaan nasional dan bela Negara
terlebih dahulu dibahas mengenai ketahanan nasional yang berperan sebagai
acuan dari kewaspadaan nasional dan bela Negara. Definisi ketahanan
nasional dapat dilihat dari berbagai sudut pandang sebagai berikut :
a.
Definisi ketahanan nasional berdasarkan Lembaga Ketahanan Nasional (
Lemhanas
)
terdiri dari
tiga konsepsi sebagai berikut :
- Konsep Lemnahas 1 ( 1968 )
Ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan kita dalam menghadapi
segala kekuatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung
maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup Negara dan bangsa
Indonesia.
- Konsep Lemnahas 2 dan 3 ( 1969 )
Pengertian kedua dari Lemhanas yang disebut dalam ketahanan nasional
konsepsi tahun 1969 merupakan penyempurnaan dari konsepsi pertama yaitu
ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang
mengandung kemampuan untuk memperkembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi segala ancaman baik yang datang dari luar maupun yang datang
dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan
hidup Negara Indonesia.
Konsep ketahanan nasional yang ketiga menyatakan bahwa ketahanan nasional
merupakan kodisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguahan,
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, didalam
menghadapi dan mengisi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan
baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak
langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan
negara serta perjuangan mengejar perjuangan nasional.
b. Definisi Secara Konstitusional
: Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis bentuk integritas kondisi
tiap aspek kehidupan bangsa dan negara.
c. Definisi Secara Operasional
: Secara Operasional Ketahanan Nasional hakekatnya adalah kondisi dinamis
suatu bangsa mengandung keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan
kekuatan nasional yang tangguh akan lebih mendorong berhasilnya pembangunan
nasional.
d. Definisi Sebagai Doktrin Dasar
: Sebagai doktrin, ketahanan nasional diartikan sebagai suatu pandangan
yang diyakini kebenarannya, dihayati dan ditanamkan dalam bentuk pola
pikir, pola sikap, pola tindak dan pola tingkahlaku pengelolaan sistem
kehidupan nasional yang memiliki kemampuan dan kekuatan nasional yang
dibutuhkan dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan kehidupan nasional.
e. Definisi Sebagai Metode
: Metode yang digunakan ketahanan nasional dalam pengelolaan sistem
keidupan nasional adalah metode Astagatra yang terdiri dari Trigatra dan
Pancagatra. Aspek trigatra meliputi :
1. Aspek lokasi dan posisi Geografis Wilayah Indonesia
Dilihat dari letak geografis wilayah Indonesia dalam peta dunia, wilayah
Negara tersebut merupakan suatu kepulauan, yang menurut wujud kedalam,
terdiri dari daerah air dengan ribuan pulau-pulau didalamnya. Yang dalam
bahasa asing bisa disebut sebagai suatu archipelago kelvar,
kepulauan itu merupakan suatu archipelago yang terletak antara benua Asia
disebelah utara dan benua Australia disebelah selatan, serta samudra Hindia
disebelah barat dan samudra pasifik disebelah timur.
Berhubungan letak geografis antara dua benua dan samudra yang penting itu,
maka dikatakan bahwa Indonesia mempunyai suatu kedudukan geografis ditengah
tengah jalan lalu lintas silang dunia. Karena kedudukannya yang strategis
itu, dipandang dari tiga segi kesejahtraan dibidang politik, ekonomi dan
sosial budaya Indonesia telah banyak mengalami pertemuan dengan pengaruh
pihak asing (akulturasi).
2. Aspek Keadaan dan Sumber-sumber Kekayaaan Alam
Indonesia terkenal sebagai Negara yang mempunyai sumber-sumber alam yang
dapat dikatakan berlimpah-limpah. Sumber daya alam Indonesia terdiri dari
atau mineral, flora dan fauna. Sumberdaya mineral meliputi bahan-bahan
galian, biji-bijian maupun bahan-bahan galian industri disamping
sumber-sumber tenaga lain. Sumber nabati atau flora dapat dikemukakan bahwa
di Indonesia telah ditemukan kira-kira 4000 jenis pohon-pohonan, kira-kira
1500 jenis paku-pakuan, dan kira-kira 5000 jenis anggrek. Adapula yang
mengatakan (van stenis) bahwa disini terdapat 25000 jenis tumbuh-tumbuhan
(angiospermas) dan jenis tumbuh-tumbuhan paku-pakuan (pteridopit). Diantara
tumbuh-tumbuhan itu, yang memang berasal dari Inodonesia ada, tetapi
adapula yang dimasukkan ke Indonesia dari luar. Kemudian ada sumberdaya
berupa fauna yang terdiri dari fauna tipe Asia, Australia dan Peralihan.
Indonesia juga kaya akan flora dan fauna endemik.
3. Aspek Penduduk
Sebagai gambaran umum mengenai penduduk di di Indonesia akan dijelaskan
soal-soal seperti berikut jumlah serta pembatasan penduduk distribusi
secara geografis diseluruh Indonesia dan sebagai akibat sehubungan dengan
pertambangan serta penyebaran dan komposisi penduduk.
Adapun Aspek Pancagatra meliputi :
1. Ketahanan Nasional Dalam Bidang Ideologi
a. Agar Pancasila dapat dihayati dan diamalkan secara baik maka ditetapkan
oleh MPR RI ketetapan no II/MPR/1983 tanggal 22 Maret 1978 tentang pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila (P4) atau yang kita kenal dengan eka
prasetia pancakarsa yang artinya monoloyalitas/satu kesatuan terhadap lima
kehendak
b. Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila tidak merupakan tafsir
pancasila sebagai dasar negara.
c. P4 merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia.
d. Pancasila telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti
tercantum dalam UUD 1945
e. Untuk memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan warga masyarakat.
2. Ketahanan Nasional Dalam Bidang Politik
a. Tingkat ketahanan nasional dibidang politik ditentukan oleh kemampuan
sistem politik yang dianut dalam menanggulangi segala bentuk tantangan dan
ancaman yang ditujukan kepada kehidupan politik bangsa Indonesia
b. Sistem demokrasi liberal, sistem pemerintahan yang relatif stabil dapat
bertahan selama bertahun-tahun, akan tetapi tidak menghasilkan pemerintahan
yang stabil.
c. Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 kembali ke UUD 1945 akan tetapi
didalam kenyataannya kita melaksanakan demokrasi terpimpin yang mendekatkan
“kediktatoran” hal ini bertentangan dengan jiwa pancasila.
d. Pada pemerintahan orde baru (sejak 1966) kita melaksanakan UUD
kenegaraan tahun 1968 Presiden RI menjelaskan tentang demokrasi Pancasila
yang hukum dasar telah diatur dalam UUD 1945.
3. Ketahanan Nasional di Bidang Ekonomi
Dalam melaksanakan kegiatan perekonomian negara Indonesia melaksanakan
sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi terpimpin dengan deklarasi
ekonomi. Akan tetapi kedua sistem ekonomi tersebut tidak mencapai sasaran
karena kedua-duanya tidak berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Setelah
sistem pemerintahan orde baru dipakai sistem ekonomi pancasila. Pembangunan
ekonomi yang berdasarkan pada demokrasi ekonomi menentukan bahwa masyarakat
harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Pembangunan itu
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan.
b. Cabang - cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara
c. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
d. Sumber-sumber keuangan dan kekayaan negara digunakan dengan permufakatn
lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaan
ada pada lembaga lembaga tertentu.
e. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki
serta mempunyai hak akan dipekerjakan dan penghidupan yang layak.
f. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan masyarakat.
g. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
4. Ketahanan nasional dibidang sosial budaya
Kebudayaan diciptakan oleh faktor organobiologis manusia, lingkungan alam,
lingkungan psikologis, dan lingkungan sejarah. Dalam setiap kebudayaan
daerah terdapat nilai budaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh budaya asing
(local genuis). Local genuis itulah pangkal segala kemampuan
budaya daerah untuk menetralisir pengaruh negatif budaya asing.
Kebudayaan nasional merupakan identitas dan menjadi kebanggaan Indonesia.
Identitas bangsa Indonesia adalah manusia dan masyarakat yang memiliki
sifat-sifat dasar: religius, kekeluargaan, hidup serba selaras dan
kerakyatan. Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kondisi kehidupan
sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional, yang mengandung
kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan
masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa,
bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju dan sejahtera dalam kehidupan
yang serba selaras, serasi dan seimbang serta kemampuan menangkal penetrasi
budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
5. Ketahanan nasional dibidang pertahanan keamanan
Pertahanan keamanan negara RI dilaksanakan dengan menyusun, mengerahkan,
menggerakkan seluruh potensi nasional termasuk kekuatan masyarakat
diseluruh bidang kehidupan nasional secara terintegrasi dan terkoordinasi.
Penyelenggaraan ketahanan dan keamanan secara nasional merupakan salah satu
fungi utama dari pemerintahan dan negara RI dengan TNI dan Polri sebagai
intinya, guna menciptakan keamanan bangsa dan negara dalam rangka
mewujudkan ketahanan nasional Indonesia.
Wujud ketahanan keamanan tercermin dalam kondisi daya tangkal bangsa yang
dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan
memelihara stabilitas pertahanan keamanan negara (Hankamneg) yang dinamis,
mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya serta kemampuan mempertahankan
kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman. Postur kekuatan
pertahanan keamanan mencakup: struktur kekuatan, tingkat kemampuan, gelar
kekuatan. Untuk membangun postur kekuatan pertahanan keamanan melalui empat
pendekatan yaitu ancaman, misi, kewilayahan dan politik. Pertahanan
diarahkan untuk menghadapi ancaman dari luar dan menjadi tanggung jawab
TNI. Keamanan diarahkan untuk menghadapi ancaman dari dalam negeri dan
menjadi tanggung jawab Polri.
2.1.2 Kewaspadaan Nasional dan Bela Negara
2.1.2.1 Kewaspadaan Nasional
a. Definisi Kewaspadaan nasional
Kewaspadaan Nasional (Padnas) adalah suatu sikap dalam hubungannya dengan
nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggungjawab serta
perhatian warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dari suatu potensi ancaman. Kewaspadaan nasional
juga sebagai suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia untuk mendeteksi, mengantisipasi sejak dini dan melakukan
aksi pencegahan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewaspadaan
Nasional juga diartikan sebagai manispestasi kepedulian dan rasa
tanggungjawab bangsa Indonesia terhadap kedudukan bangsa dan Negara
Republik Indonesia. Dalam mengembangkan kewaspadaan nasional, setiap warga
Negara harus berperilaku sebagai berikut :
- Penuh kehati – hatian terhadap segala kemungkinan adanya upaya – upaya
pihak tertentu yang akan menghancurkan Negara
- Berusaha menangkal segala ancaman dan hambatan demi tegaknya RI
- Memiliki semangat nasionalisme, patriotism, dan rela berkorban demi
bangsa dan Negara
- Selalu meningkatkan kemampuan ketangguhan diri
- Selektif dalam menerima pengaruh budaya asing
b. Sejarah Kewaspadaan Nasional
Berikut ini adalah Sejarah Singkat Perjalanan Pelaksanaan kewaspadaan
nasional yang dilakukan sejak orde baru sampai era reformasi :
a. Tap MPR RI No XXV /MPRS/1966 tentang pembubaran PKI
Ketetapan inilah yang mencanangkan bahwa komunisme adalah bahaya latent
bagi bangsa Indonesia. Sebuah persepsi terhadap ancaman terhadap kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara. Pasca Orde Baru, Tap MPR ini sempat menjadi
polemik pro – kontra menyangkut keinginan sebagian masyarakat dan elite
bangsa untuk mencabut Tap tersebut. Alasannya HAM. Namun berdasarkan UU No
27/1999 tentang kejahatan terhadap negara, maka jelaslah bahwa bangsa
Indonesia masih tetap mewaspadai bahaya latent Komunisme.
b. Tap MPR RI No II/MPR/1978 tentang P.4
Ketetapan inilah yang menggiring bangsa Indonesia untuk lebih menghayati
dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila, agar
komunisme tidak berkembang di Indonesia.
c. Inpres No 10 th 1982 tentang konsepsi Kewaspadaan Nasional.
Ketetapan inilah yang dijadikan pedoman dalam mengimplementasikan
kewaspadaan nasional, walau dalam pelaksanaannya lebih menitik beratkan
pada bahaya latent komunisme, karena Inpres ini mengacu dari Tap MPRS No.
XXV/1966. Pada Era Orde Baru bentuk konkritnya , konsepsi ini
disosialisasikan melalui Penataran Kewaspadaan Nasional ( Tar Pad Nas ).
d. Tap MPR RI No. XVIII/MPR/1998 tentang dicabutnya Tap MPR RI No
II/MPR/1978 tentang P.4
Ketetapan ini lahir di awal-awal era reformasi. Dicabutnya ketetapan ini
tidak terlepas dari suasana kebatinan bangsa saat itu yang menganggap bahwa
pelaksanaan P4 ( Pedoman Pelaksanaan dan Pengamalan Pancasila ) sudah
mengalami distorsi, karena kenyataan pelaksanaan teori – teori dalam P4
berbeda jauh dengan pelaksanaan dilapangan. Sejak diberlakukannya ketetapan
ini jugalah terjadi peminggiran terhadap Pancasila, sebuah ideology yang di
sepakati berdasarkan amanat dalam pembukaan UUD 45. Sejak diberlakukannya
ketetapan ini jugalah kembali muncul berbagai wacana untuk mencari ideology
alternatif pengganti Pancasila.
e. KepPres No.38 th 2000 tentang pembubaran Bakorstanas yang
membina kewaspadaan nasional.
Ketetapan ini lahir tidak terlepas dari penilaian yang menganggap bahwa
lembaga ini adalah lembaga pemerintahan otoriter yang sangat menghambat
tumbuhnya demokrasi, karena lembaga ini sangat mengedepankan pendekatan
keamanan dengan berbagai pembatasan-pembatasan terhadap civil society.
Sosialisasi kewaspadaan nasional untuk mengantisipasi berbagai bentuk
ancaman dalam rangka penciptaan keamanan yang dilakukan oleh lembaga ini
menjadikan anggapan lembaga ini sebagai momok demokratisasi. Akibatnnya,
pembinaan terhadap kewaspadaan nasional menjadi tidak punya wadah serta
tidak punya arah ditengah-tengah lingkungan strategis yang semakin
kompleks.
f. Surat Panglima TNI No. B/1305/14/23/SET tanggal 27 juni 2000 tentang
dialihkannya tanggung jawab Tar Pad Nas kepada Depdagri
Ketetapan inilah yang menjadikan Depdagri mengambil alih tugas-tugas
pembinaan kewaspadaan nasional dengan melakukan sosialisasi tentang potensi
ancaman disintegrasi bangsa ditengah-tengah badai multi krisis bangsa.
g. Kep Mendagri No, 40 th 2001 tentang penugasan kepada Dirjen Kesatuan
Bangsa untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi tehnis
dibidang kesatuan bangsa.
Ketetapan inilah yang menjadikan Depdagri harus merumuskan konsepsi
implementasi kewaspadaan nasional yang pada gilirannya diharapkan mampu
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
h. SE Mendagri No. 8933/2877/SE tanggal 16 Desember 2002 tentang
pelaksanaan kegiatan penataran Ketahanan Bangsa
Surat inilah yang diharapkan mampu menjadi dasar sosialisasi kewaspadaan
nasional untuk muara kesatuan bangsa dan ketahanan bangsa dari berbagai
bentuk ancaman.
i. Pasal 7 PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan daerah Provinsi, dan Pemerintahan daerah
kabupaten/Kota.
Pasal 7 PP 38/2007 ini, menjadi semacam payung hukum yang sangat strategis
bagi pemerintahan di tingkat pusat sampai dengan daerah dalam melakukan
kewajibannya untuk waspada terhadap berbagai bentuk ancaman terhadap
eksistensi bangsa dan negara, pada tataran nasional maupun masing-masing
daerah.
c. Konsep Dasar kewaspadaan Nasional
Kewaspadaan nasional memberikan gambran secara langsung terhadapkualitas
nasionalisme. Berikut adalah konsep – konsep (teori) nasionalisme yang
disampaikan beberapa tokoh yang mendasari pentingnya kewaspadaan Nasional :
1 . Teori Ernest Renan
Teori ini menyatakan bahwa etniksitis tidak diperlukan untuk kebangkitan
nasionalisme, jadi nasionalisme bisa jadi dalam suatu komunitas yang multi
etnis, persatuan agama juga tidak diperlukan untuk kebangkitan
nasionalisme. Persatuan bahasa mempermudah perkembangan nasionalisme tetapi
tidak mutlak diperlukan untuk kebangkitan nasionalisme. Dalam hal
nasionalisme, syarat yang mutlak dan utama adalah adanya kemauan dan tekad
bersama.
Ernest Renan mengatakan bahwa syarat mutlak adanya bangsa adalah plebisit,
yaitu suatu hal yang memerlukan persetujuan bersama pada waktu sekarang,
dan mengandung hasrat untuk mau hidup bersama dengan kesediaan memberikan
pengorbanan - pengorbanan.
Bila warga bangsa bersedia memberikan pengorbanan bagi eksistensi
bangsanya maka bangsa tersebut tetap bersatu dalam kelangsungan
hidupnya
. Inti dari teori Ernest Renan adalah pada kesadaran moral (conscience morale).
Menurut teori Ernest Renan, jiwa, rasa, dan kehendak merupakan suatu faktor
subjektif dan tidak dapat diukur dengan faktor-faktor objektif. Faktor
agama, bahasa, dan sejenisnya hanya dapat dianggap sebagai faktor pendorong
dan bukan merupakan faktor pembentuk (consttuief element) dari bangsa.
Karena merupakan plebisit yang diulangi terus-menerus maka bangsa dan rasa
kebangsaan tidak dapat dibatasi secara territorial sebab daerah suatu
bangsa bukan merupakan sesuatu yang statis, tapi dapat berubah-ubah secara
dinamis, sesuai dengan jalannya sejarah bangsa itu sendiri.
2. Otto Bauer
Bangsa dalam arti politis adalah sekelompok manusia yang memiliki satu
paham dan ideologi yang sama dalam suatu organisasi kekuasaan dalam negara,
misalnya bangsa Indonesia. Mereka diikat oleh satu kesatuan wilayah
nasional, hukum, dan perundang-undangan yang berlaku. Tidak cukup seperti
itu, bangsa yang sudah bernegara, seperti Indonesia perlu menciptakan
ikatan-ikatan baru untuk mempersatukan bangsa-bangsa yang ada di dalamnya.
Misalnya, bahasa nasional, lambang negara, dasar dan ideologi negara,
semboyan nasional, rasa nasionalisme dan patriotisme, serta ikatan lain
yang sifatnya nasional. Ikatan baru tersebut menjadi identitas nasional
bangsa yang bersangkutan. Identitas nasional sekaligus berfungsi sebagai
alat pemersatu bangsa.
3. Ir. Soekarno diperkuat Pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono
Konsep nasionalisme sebagai dasar kewaspadaan nasional dapat ditemukan
dengan gamblang dan jernih pada diri, ketokohan, perjuangan, pandangan dan
ajaran-ajaran Bung Karno. Pikiran-pikiran besar, gagasan-gagasan
monumental, dan ajaran-ajaran Bung Karno yang tercermin dalam “Indonesia
Menggugat”, atau dalam “Lahirnya Panca Sila”, atau dalam banyak
pidato-pidatonya yang terkumpul dalam buku “Di bawah Bendera Revolusi”, dan
“Nawaksara” adalah personifikasi atau pengejawantahan nasionalismenya Bung
Karno. Bisa ditamsilkan bahwa Bung Karno adalah simbol atau perwakilan
nasionalisme Indonesia.
Sebab, Bung Karno adalah nasionalis terbesar dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam menentang imperialisme, kolonialisme, dan mengantar
bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku ini menuju ke kemerdekaan.
Di antara banyak tokoh-tokoh besar atau pemimpin dalam sejarah bangsa
Indonesia jelaslah kiranya bagi banyak orang bahwa Bung Karno adalah
merupakan tokoh nasionalis revolusioner yang banyak sekali memberikan
sumbangan dan pengorbanan bagi kepentingan rakyat Indonesia.
Sambutan presiden SBY di depan Kongres Persatuan dan Kesatuan Akumni GMNI
pada tanggal 24 Maret 2006 yang menurut Kompas (25 Maret 2006) dalam
pidatonya itu ia mengucapkan kalimat-kalimat sebagai berikut :.”Hari ini
kita membangun tonggak sejarah baru. Alhamdulillah kaum nasionalis sudah
mulai tampil kembali untuk menyelamatkan bangsa kita. Mari dengan Pancasila
dan rasa kebangsaan yang tinggi kita bangun negara kita menuju masa depan
yang lebih baik. Selamat berjuang. Merdeka!” Hal ini diartikan bahwa beliau
mengakui bahwa selama ini (artinya, selama Orde Baru) kaum nasionalis tidak
muncul dan tidak dibolehkan punya peran penting dalam banyak hal. Nah,
sekarang ia senang bahwa “kaum nasionalis sudah tampil kembali untuk
menyelamatkan bangsa.
Presiden SBY juga menyatakan bahwa, ”Nasionalisme masa kini adalah
membebaskan Indonesia dari kemiskinan dan keterbelakangan. Nasionalisme,
kebanggaan kepada bangsa sendiri, harkatnya, martabatnya, kemuliaannya, itu
dapat tercapai jika bangsa kita tidak lagi banyak yang miskin dan
terbelakang. Dikatakan disitu, demokrasi tidak akan hidup subur tanpa
kesejahteraan dan keadilan sosial. Jangan kita mengabsolutkan dan
mendewakan demokrasi. Demokrasi itu sendiri harus bergandengan, tidak boleh
jalan sendiri dan mesti hidup bersama-sama dengan peningkatan kesejahteraan
rakyat dan peningkatan keadilan sosial”.
d. Bahan Kajan Kewaspadaan Nasional
Bahan yang digunakan sebagai kajian kewaspadaan nasional adalah gejala
disintegrasi yang mengiringi proses integrasi masyarakat dan bangsa
Indonesia dari masa ke masa. Peristiwa – peristiwa tersebut dapat dijadikan
sebagai refleksi kritis dalam kajian Kewaspadaan Nasional, sebagai berikut:
1.
Gejala Disintegrasi Sosial dan Politik pada masa Pra – Kemerdekaan :
- Gejala disintegrasi sosio kultural dari masa Kerajaan Hindu-Buddha ke
masa Kerajaan Islam.
- Gejala disintegrasi sosial-politik-kultural pada masa Kolonial.
2.Gejala Disintegrasi sosial Politik pada masa Kemerdekaan :
-
Gejala Disintegrasi Sosial-Politik pada masa Revolusi Kemerdekaan
1945-1949.
- Peristiwa Tiga Daerah, 1945-1946,
- Peristiwa Gerakan Swapraja Surakarta, 1945-1948
- Peristiwa Revolusi Sosial di Sumatra Utara
- Peristiwa Pemberontakan PKI- Madiun, 1948
Silahkan Download File Microsoft Word .DOC Untuk Melihat Isi Lengkapnya:
Comments
Post a Comment